Jumat, 28 Juni 2013 3 komentar

Entry Baru, Hobi Baru

"Mana nih entry barunya?"
"Bikin entry baru dong, gue lagi galau nih, butuh hiburan"
"Ah nggak niat nih, nggak pernah update blog lagi"
"Katanya pengen jadi penulis? lanjutin dong blog-nya"

Itu sebagian besar ucapan dari temen-temen gue yang cukup menohok sekaligus memotivasi gue buat ngelanjutin blogging, santai saja kawan, Galau-tawa belum tamat kok, hanya saja gue lagi mengalami fase "renungan", dimana gue berpikir keras untuk menghadirkan ide-ide baru sehingga blog gue ini tidak terlihat mainstream. Gue terharu lihat total visitor blog ini sudah mencapai 5000 orang, gue terharu lihat antusiasme kalian, gue terharu saat kalian menagih janji gue buat update blog lagi, dan inilah waktunya kawan, gue bakalan bikin entry baru lagi! Tisu mana tisu?! *usap air mata

Oke, di "awal kebangkitan" ini, gue bakalan sharing tentang hobi baru gue.

Backsound: My Chemical Romance - Welcome to the black parade

Hobi baru gue ini berhubungan dengan kamera, diperlukan kesabaran, keuletan, kedisiplinan, dan kerja sama yang solid di dalamnya. Apakah itu? ya, bikin film. Hobi ini bermula dari gue ditawarin bikin script film oleh Samantha Films (Home Production di sekolah gue). Hari itu hujan deras, gue paksain diri berangkat ke sekolah jam 3 sore buat diskusi pembuatan film baru yang bakalan diikutkan lomba di Festival Film Solo. Denger kata "festival", gue langsung deg-degan, hidung kembang kempis, mata berair, kulit keluar bintik-bintik merah, eh, ini tegang apa demam berdarah? Waktu itu, Mas Dimas (ketua Samantha Films) memimpin tahap brainstorming ide, 15 menit masih belum ada ide, 30 menit belum ada ide, 45 menit belum ada ide, 1 jam gue ada ide tapi ditolak mentah-mentah karena ide gue terlalu "anti-mainstream" sehingga susah untuk digarap, 2 jam berikutnya kita baru dapat ide, nggak perlu gue jelasin seperti apa idenya, kalau pengen tau, nonton aja film judulnya "500", tapi sayang nggak dipublikasikan, karena regulasi dari panitia lomba. Gue langsung tancap gas bikin script sebagus mungkin dan semampu gue, dengan melewati 9 tanjakan, 8 belokan, 7 turunan, akhirnya script kelar juga. 2 hari kemudian, gue kasih script itu ke Mas Dimas, dia menimbang-nimbang, matanya membelalak, dahinya mengernyit, setelah 1 jam gue nunggu, akhirnya dia bilang, "bagus sih, tapi lebih bagus kalau ceritanya dibikin lebih kompleks dan sederhana", JLEB! Tanpa banyak bicara, gue revisi lagi script-nya, setelah melewati 9 tonjokan, 8 tendangan, dan 7 tamparan, gue berhasil bikin script yang diinginkan. 

Backsound: Queen - We are the champion

Singkat cerita, syuting pun dimulai. 
Singkat cerita, syuting selesai.
Jujur, nggak ada momen yang terlalu menarik waktu syuting, jadi nggak perlu gue tulis lah seperti apa prosesnya.

Seminggu kemudian, anggota Samantha Films nonton bareng film "500", nobar ini diadakan di tempat tertutup, gelap, dan pengap, kami semua deg-degan nunggu seperti apa hasil kerja keras kami selama ini, film diputar, gue keringat dingin, jantung berdebar, temen gue ngasih nafas buatan. Hasil filmnya cukup bagus, tinggal nunggu pengumuman dari panitia festival.

Kru "500" numpang narsis
Sekitar 2 minggu kemudian, tiba-tiba waktu gue masuk kelas, temen-temen ngucapin selamat ke gue. "Ada apa nih? gue nggak lagi ulang tahun", ujar gue dalam hati. Salah satu temen gue yang juga salah satu anggota Samantha Films ngasih tau gue kalo film 500 lolos dan masuk ke 8 besar Festival Film Solo. Sontak gue guling-guling, loncat-loncat kegirangan (nggak se-lebay itu sih). Dan kabar baiknya, kami semua diundang ke Solo untuk screening perdana film 500! 

Sepulang sekolah, kita semua berkumpul dan membahas keberangkatan ke Solo, ada satu masalah yaitu ijin dari sekolah terbatas, hanya 4 orang yang diperbolehkan berangkat ke Solo. Akhirnya, hanya siswa yang fokus ke dunia perfilman yang dipilih, dan itu termasuk gue. Akhirnya kami memutuskan berangkat naik kereta dari Lumajang ke Solo. FYI, gue belum pernah naik kereta ekonomi, di bayangan gue, kereta ekonomi itu pasti desak-desakan, bau khas pasar, pengap, ternyata keadaan yang sebenarnya jauh dari pemikiran gue, kereta ekonomi itu adem, ayem, nyaman pokoknya deh. Sejak saat itu gue ketagihan naik kereta. Lagi-lagi gue harus menempuh perjalanan panjang. Kali ini 8 jam! Gue takut kalau nanti gue turun dari kereta pantat gue jadi dua dimensi. 

Singkat cerita, kita udah nyampek di Stasiun Jebres, Solo. Waktu itu udah jam 7 malam, kami berempat langsung naik taxi ke hotel. Sesampainya di hotel, kami berempat disambut kakak-kakak kelas yang udah nyampek duluan, termasuk Mas Dimas. Kamar kami diisi 8 orang. Baru saja sampai, kami semua berangkat ke Teater Besar ISI Solo buat nonton film-film peserta yang lolos juga. Film-film yang diputar keren banget, gue sempat minder karena materi film kami sangat sederhana dan budget-nya minim banget. 

Film kami diputar dua hari berikutnya, kami bersiap, pakaian udah rapi, rambut udah klimis, parfum udah semerbak (ini mau nonton film apa lamaran?). Akhirnya tiba juga screening perdana film "500", penonton waktu itu cukup banyak, entah kenapa waktu film kami diputar, gue deg-degan banget, keringat dingin (lagi), jantung berdebar (lagi), temen gue ngasih nafas buatan (lagi). Setelah pemutaran selesai, tepuk tangan penonton meriah banget. Gue bersyukur dalam hati, meskipun ternyata film kami hanya sampai 8 besar, itu udah lebih dari cukup. Keris Festival Film Solo tidak berhasil kami dapatkan tahun ini, semoga tahun depan kami bisa membanggakan kota Lumajang. Amin

Sampai saat ini film pendek jadi bagian dalam diri gue, oh iya, di entry berikutnya gue akan sharing tentang film pertama gue. Pastinya dengan cerita yang lebih gokil. Stay tune ya! :)
Minggu, 06 Januari 2013 0 komentar

The First Time I Hate Rain

Pernah nggak kalian deket sama seseorang yang lebih muda atau lebih tua dan sampai pada fase adik-kakak? pasti pernah kan? Senasib kalo gitu. Gue juga pernah deket sama adek kelas gue waktu SMP, tapi akhirnya beda SMA. Sampai sekarang masih saling curhat nggak penting. Namanya Vio, tipikal cewek sederhana, nggak muluk-muluk, easy going lah intinya. Eits, tapi jangan salah paham dulu, kesepakatan sebagai adik-kakak nggak pernah kita rencanakan sebelumnya. Pemikiran ini tiba-tiba aja muncul. Unik emang, bagaimana 2 orang dipertemukan tanpa ada ikatan darah tiba-tiba menjadi saudara.

Suatu hari, gue pernah punya janji sama dia bakalan ngajak jalan-jalan, sebut aja nge-date, padahal enggak sih. Nggak elit ya? Jelas, gue males bawa sepeda motor soalnya di deket rumah lagi ada Expo, jadi ramai banget. Lagian, jalan kaki kesannya lebih keren. Gue tertarik sama cewek yang mau diajak susah, nggak ngambil enaknya doang. Sebelumnya, kita rencanakan ini lewat sms. Anehnya, kita nggak ribut 'tujuan mau kemana', tapi kita ribut 'pake baju apa'. Konyol. Gue bilang ke dia, 'Gimana kalo pake baju hitam, celana levis?'. Dia jawab, 'Males ah, celana levis itu berat. Mending pakai celana pendek'. Gue sih pasrah aja, emang dia orangnya kayak gitu sih. Nggak suka sama hal yang ribet. 'Yaudah, gue tetap pake baju hitam sama celana levis', kata gue. 'Oke, gue ada surprise'. Gue mulai penasaran, surprise apaan nih?

Jarak rumah gue sama Vio deket banget. Anehnya, kita sama-sama pindah ke Jl.Wachid Hasyim Lumajang pas kelas 2 SD. Setiap ngobrol, kita nggak pernah kehabisan topik, soalnya ada aja yang dibahas. Boro-boro ngobrol serius.

Oke, akhirnya hari itu datang juga. Gue udah siap-siap. 5 menit berlalu, 10 menit berlalu, 30 menit berlalu. Sebelum gue karatan kelamaan nunggu, akhirnya gue sms dia. 'Lama banget?'. Nggak lama setelah gue sms, balasan pun datang, 'Sorry, minggu depan aja ya. Ada acara keluarga mendadak nih'. Gue gondok. 'Kampret, gue udah siap nih', bales gue. 'Ini mendadak banget soalnya. Sorry ya'. 'Oke deh', balas gue sok cool. Padahal gondok nggak ilang-ilang. Boro-boro mau marah, gue paling nggak bisa marah sama cewek, apalagi yang udah gue anggep adek gue sendiri.

Seminggu kemudian, akhirnya kita jadi jalan bareng. Dan gue baru tau ternyata 'surprise' yang dia maksud adalah, dia nggak jadi pakai celana pendek, akhirnya dia pakai boxer. Sontak gue ngakak. Wajah unyu, gigi gingsul, rambut sebahu digabung sama boxer tuh nggak matching abis. Gokil, itu yang gue suka dari dia. Kebanyakan cewek suka dibanding-bandingin, entah wajahnya, atau apa lah. Tapi Vio beda, dia bakalan marah kalo disama-samain. 'Aku ya aku, bukan orang lain', itu prinsipnya. Malam itu, gue belajar banyak darinya.

Jujur, kita nggak punya tujuan mau kemana malam itu. Karena ada expo di deket rumah kita, akhirnya kita kesitu. Lihat orang bejibun, gue jadi males. Begitu juga dia. Akhirnya kita memutuskan buat beli kembang gula. Jajanan favorit dia. Dan mirisnya, begitu kita nyamperin tempat jual kembang gula, hujan deras tiba-tiba nongol. Mampus. 'Yah, gimana nih?', tanya dia sambil megang kembang gula. 'Gimana kalo ke studio musik aja?', kata gue. Kebetulan band gue lagi latihan disitu. 'Nggak ah, males'. Hujan semakin nggak karuan, gue jadi kasihan sama dia. Akhirnya gue paksa buat berteduh di studio musik. Basah kuyup, jelas. Hujan deras nekat kita terobos aja.

Sesampainya di studio, gue duduk bersebelahan sama dia. Saling bungkam. Baru kali ini kita kehabisan topik. Gue membuka pembicaraan, 'Lo sih pake boxer, dingin kan? Haha'. Dia cuman senyum simpul. Perlahan air jatuh dari ujung rambutnya, dari dulu gue terpesona sama cewek yang punya rambut sebahu. Nggak tau kenapa. Gue perhatiin mata bulat-nya. Eh, dia nengok. Gue langsung ngeles, 'Masuk yuk, di dalem lagi ada band gue latihan'. 'Bentar lagi aja deh, nunggu kering'. Sekitar 15 menit kemudian, kita masuk ke studio, disambut sorakan temen-temen band gue. 'Ciyeee, PJ woi!'. Gue jadi nggak enak sama dia, dari mukanya sih dia badmood, pipinya ngembung, tapi belakangan gue tau ternyata emang dari sono-nya udah gitu. 

Sebelumnya kita ngobrol banyak, tapi begitu kita basah kuyup, kita jadi saling diem. Pulangnya, gue sms dia, 'Sorry ya'. Dia bales, 'Nggak apa, asyik kok. Seru'. 'Kapan-kapan jalan bareng lagi yuk', kata gue. 'Tentu, asal nggak hujan lagi. Haha', bales dia. Mungkin minggu depan kalo ketemu dia, gue harus bawa pawang hujan. Kakak yang baik adalah kakak yang melindungi adiknya dalam keadaan genting sekalipun. Asek.

Seumur hidup, baru kali ini gue benci hujan. Kampret abis.

06-01-2013
Jumat, 04 Januari 2013 5 komentar

My Freak Bedroom

Nunjukkin kamar gue ke orang lain sama aja dengan nunjukkin sifat asli gue ke orang lain. Masalahnya, temen-temen gue yang pernah nginep di rumah gue, pulangnya jadi impoten. Berati sifat asli gue suka sesama jenis dong? Nggak, bukan gitu maksud gue. Maka dari itu, gue mau jelasin lewat entry ini. Lanjut!

Banyak temen gue yang nanya, 'Kapan bisa nginep lagi di rumah lo?'
Gue selalu jawab, 'Kalau ada waktu'
Entah kenapa kebanyakan yang udah pernah nginep di rumah gue, tepatnya di kamar gue pasti ketagihan. Padahal paling mentok mereka gue kasih cemilan kacang. Mereka bilang, 'Nginep di rumah lo asyik, ada internet gratis 24 jam, novel ama komik lengkap, TV 24 jam'. Padahal mereka selalu gue perlakukan dengan biadab. Opel contohnya, temen gue yang satu ini sepulang dari rumah gue jadi tambah kurus. Mungkin bisa dibilang kekurangan gizi. Oke, itu sekelebat gambaran kalo nginep di rumah gue.

Biar kalian tau gimana suasana kamar gue, ini gue kasih screenshot-nya. Asek.

Rak buku 'miring'

Yang pertama kali masuk kamar gue pasti langsung nengok ke tembok sebelah kiri, tempat rak buku gue. Kalimat pertama yang diucapkan pasti, 'Rak buku lo kok miring? mau jatuh ya?'. Bukan, rak buku gue emang dibikin miring. Di bagian atas tempat novel, bagian bawah tempat komik. Kebiasaan temen gue yang pinjem pasti nggak dikembaliin ke rak, gue punya siasat ngasih tulisan 'Setelah baca, kembalikan ke tempat semula', takutnya dikira perpustakaan, akhirnya nggak jadi. Kebiasaan gue kalau ke toko buku pasti beli novel lebih dari dua, pernah gue beli tujuh novel sekaligus, sama penjaga kasirnya ditanya, 'mau bikin perpustakaan ya mas?'. Asem. Oh ya, rak buku ini juga pernah jadi malapetaka buat temen gue, namanya Gusti. Dia duduk tepat di bawah rak buku, pas dia berdiri punggunya nancep di sudut rak buku gue yang kebetulan lancip. Nasib emang.

'Meja kerja'

Waktu pertama kali gue ubah penampilan kamar gue, gue nyaranin buat meja kerja atau tempat belajar ditaruh di bawah. Kesannya santai, daripada duduk di atas kursi, kelihatannya jadi serius. Foto diatas adalah foto saudara gue, Ian yang kaget lihat laptop adek gue OS-nya udah pakai windows 8. Padahal biasa aja. Letak meja kerja ini tepat di bawah rak buku gue. Semenjak kejadian yang menimpa Gusti, gue selalu memperingatkan temen gue yang duduk di situ, 'Kalo mau berdiri hati-hati'. 

TV jadul

TV gue kalo dilihat dari depan kelihatan kayak TV flat screen, padahal body belakangnya tambun banget. Tapi disinilah sumber hiburan buat ngilangin bosen, mau dihidupin 24 jam nggak masalah, tapi pernah temen gue nyoba hidupin TV gue satu hari penuh, besoknya gue suruh bayar tagihan listrik. Di bawahnya ada Play Station 2, koleksi game gue lengkap, tapi yang bisa dibuat main cuma game sepak bola. Miris. Selain itu, ada PSP yang siap dimainin kapan aja. Tapi sebelum temen gue main, gue selalu bilang, '1 jam-nya 2000 rupiah mas'.

Kasur yang kelihatan nyaman padahal enggak

Jujur, gue lebih suka tidur di bawah daripada tidur di atas kasur, emang sih empuk, tapi panas sangking tebelnya bed cover-nya. Di dinding ada poster gede Ronaldo pegang piala Copa Del Rey, padahal gue nggak bgitu nge-fans sama Real Madrid, tapi nggak apalah. Kesannya keren. Antiklimaks.

Oke, setelah gue ngenalin kamar gue, sekarang saatnya gue cerita tentang bagaimana suasana menginap di kamar gue. Hari itu hari Sabtu, kebetulan libur sekolah. 2 temen gue berencana mau nginep di rumah gue. Namanya Dova sama Opel. Baru masuk di kamar gue, Opel langsung ngambil komik, tiduran di kasur sambil baca. Dova langsung buka laptop, internetan di meja kerja gue. Gue nyalain TV. Lama-kelamaan Opel ngomong ke gue, 'Laper nih'. Tanpa banyak bicara gue sodorin kacang setoples. Pantesan dia kering kerontang gitu, doyan sama kacang sih. Jujur, kegiatan hari itu kita habisin 80% di kamar, internetan, main game, baca komik, tiduran. Tapi laksana burung hantu, kita aktif di tengah malam. Kita memutuskan buat begadang. Opel sibuk dengan PSP, Dova sibuk dengan laptopnya, Gue sibuk dengan gimana caranya ngurusin badan. Eh, enggak ding. Gue sibuk bikin cerita fiksi. Omong-omong soal cerita fiksi, gue udah bikin 3 serial judulnya 'Akulah Asteroid'. Bisa kaian cek di catatan FB gue, Iqbal Rifqi H. Begadang pun berlanjut, Dova ambruk duluan, baru jam 1 dia udah tidur, sedangkan gue dan Opel masih bertahan dengan mata berkantung. Sebelumnya kita sengaja nungguin acara Dunia lain di TV, tapi ternyata nggak ada, malah nayangin MotoGP. Kampret abis.

Paginya, kita punya rencana jalan-jalan ke GOR. Kebetulan rumah gue dekat ama GOR Lumajang. Tapi karena mata gue dan Opel yang berkantung super gede, akhirnya batal. 'Lo sih pake begadang segala', kata Dova. Padahal dia yang punya ide buat begadang, akhirnya Gue dan Opel sepakat menganiaya Dova habis-habisan, Bruak! Kampret, kasur gue jebol lagi.

04-01-2013


Kamis, 03 Januari 2013 5 komentar

Harry Potter Nyungsep

'Kapan update blog lagi?' kata salah satu temen gue tiba-tiba.
'Masih lama kayaknya, sibuk', balas gue

Sebenarnya dialog di atas sering banget terulang ke gue. Di sekolah, di rumah, di tempat les, di jamban (eh?). Emang gue orangnya sedikit (baca: banyak) malas. Hingga suatu saat, tepatnya minggu kemarin gue ke Malang dan diberi sedikit motivasi oleh kakak saudara gue. Namanya Mas Alan. Dia bilang kalo tulisan gue di blog bagus, bahasanya rapi, nggak awut-awutan, bahkan dia sempat minta ajarin gue gimana merangkai kalimat di blog. Tapi sumpah demi jamban pasar, bikin cerita yang menghipnotis atau mengundang orang banyak buat baca itu susah. Kebanyakan orang lebih senang menonton dibandingkan membaca, tapi entah kenapa gue kebalikannya, maksudnya bukan kalo gue nonton TV sambil junkir balik. Bukan. Kalau ada orang yang tanya gimana cara nulis cerita yang bagus, gue selalu jawab: 'let it flows'. Keren abis.

Dalam hal tulis menulis, nggak semua orang bisa bertahan, banyak yang nyerah di tengah jalan (kenapa nggak di pinggir aja ?). Tapi gue berusaha untuk terus bertahan, lewat dukungan kalian semua yang saat ini tetap nunggu post baru, tentunya juga bertahan dari cemoohan, ejekan, hinaan, tapi semua itu malah jadi memotivasi gue.

Alasan gue sempat berhenti ngelanjutin blog sebenarnya banyak, mulai dari malas, pesimis, waktu, dll. Tapi sekarang gue janji bakalan tetap ngelanjutin nulis entry baru lagi. Mantap.

Oke, kali ini gue bakalan ngebahas tentang kesialan atau keapesan gue (kayaknya cerita-cerita sebelumnya selalu sial deh). Perlu kalian ingat, apes itu bukan bahasa inggris dari sekumpulan monyet. Apes itu sinonim kata sial. Jadi gini, waktu itu gue kelas 1 SMP, dan tau nggak hobi gue waktu itu apaan? Bersepeda. Ya, gue gemar banget ngayuh sepeda, meskipun sekedar muterin GOR Lumajang, wajar lah badan gue belum setambun sekarang. Kemarin gue coba ke toko sepeda dan tanya ke penjaga tokonya, 'mas, sepeda yang cocok buat saya apa ya?'. 'Oh maaf dek, disini nggak jual sepeda buat pertunjukan gajah'. Asem, emangnya gue anggota sirkus?

Gue masih inget, hari apes itu terjadi hari Minggu. Jadi gue dan sekeluarga memutuskan untuk mengisi hari minggu dengan muter-muter di halaman GOR Lumajang. Kita berangkat jam 6 pagi, gue naik sepeda gunung bokap gue. Ketinggian emang, tapi nggak apalah, namanya juga lagi ngebet banget sepedaan. Bokap sama nyokap jalan, sedangkan gue dan adek gue naik sepeda. Kalau lagi naik sepeda bawaannya pengen ngebut, apalagi waktu itu GOR lagi sepi. Jadilah kita saling kebut-kebutan. Gue berasa lagi ikut MotoGP. Kita sepakat pemenang ditentukan dalam 10 kali putaran. Sampai putaran ke-6, adek gue masih unggul. Tapi tenang, di putaran ke-7 gue udah bisa mengungguli adek gue. Adek gue yang tepat di belakang gue bilang, 'Mas! ada pesawat RC (Remote Control) tuh!', reflek gue lihat ke atas, wajar lah, namanya anak kecil, suka banget sama mainan kayak gitu. Tapi apes, gue nggak nyadar kalau waktu itu gue lagi ada di belokan. Waktu gue kembali liat ke depan, pagar putih tepat berada di depan muka gue dan Bruak! Gue jatuh, ada yang netes di kepala gue. Awalnya gue kira hujan, tapi setelah gue lihat ke awan, nggak mendung. Ternyata kepala gue dengan sukses bocor. Adek gue sontak berhenti, bokap sama nyokap langsung lari ke gue. Gue masih bingung, soalnya nggak kerasa sakit sama sekali, tapi lama kelamaan perih, gue njerit begitu tau ada darah banyak di jidat gue. Langsung saja orang yang ada disitu ngantar gue ke bidan, nggak, bukannya gue hamil, soalnya di deket situ nggak ada dokter maupun rumah sakit.

Sesampainya di sana, luka gue langsung di-cek, dan dengan tatapan kasihan, bidan itu bilang ke gue, 'Ini sih harus dijahit dek, lukanya dalam'. Gue pun nangis sekeras-kerasnya. Tanpa banyak bicara, orang tua gue ngambil mobil di rumah dan langsung nganterin gue ke dokter bedah, sebenarnya tukang sunat sih. Tapi waktu gue protes ke bokap, dia malah jawab, 'Kan sama-sama bisa jahit'. Kenapa nggak sekalian dibawa ke tukang jahit deket rumah aja?

Sesampainya di rumah dokter bedah (baca: tukang sunat), gue langsung disuruh tiduran. Jujur, sampai sekarang gue phobia sama jarum suntik. Bokap gue nanya, 'kira-kira berapa jahitan ini dok?'. Dokternya jawab, 'sekitar 7 jahitan pak, soalnya cukup dalam'. Mampus. Gue langsung meronta-ronta, nangis, jerit-jerit. For Your Information, waktu itu RT sama warga setempat sempat lihat ke dalam rumah dokter tersebut, mungkin mereka ngira gue lagi digauli. Jarum suntik udah ada di tangan dokter, gue semakin meronta-ronta, beda tipis sama adegan di film SAW dimana gue diharuskan untuk kabur. Karena tangan dan kaki gue dipegangin sama orang tua gue, gue pun pasrah. Jarum suntik mulai masuk ke jidat gue, ngilu banget rasanya. Tapi lama kelamaan dingin, nggak berasa apa-apa. Setelah proses operasi (baca: jahit menjahit) selesai, luka-nya ditutup pakai perban yang cukup besar, mungkin karena jidat gue besar.

Sesampainya di rumah, gue mikir, 'waduh besok kan masuk sekolah, mampus gue bakalan diledekin temen-temen di kelas'. Ternyata bener, pas gue masuk kelas, ada yang nyeletuk, 'Wuidih, preman pasar nih, ada codet-nya di dahi'. Tapi ada juga yang tanggapannya cukup nyenengin, 'Wuidih, lo mirip Harry Potter tuh, ada luka di dahi'. Gue nanya, 'Beneran?'. Dia jawab, 'Iya, kayak Harry Potter nyungsep'. Asem.

03-01-2013
Jumat, 21 September 2012 6 komentar

Krik

   Sorry sebelumnya, entry lanjutan dari Jeddah-Madinah sementara gue batalin. Tau nggak kenapa? soalnya semua foto-foto waktu di Mekkah ada di HP gue. Terus kenapa? HP GUE HILANG! HILANG...LANG...LANG...LANG (dikasih echo biar keren). Ya, gue serius. HP gue hilang di sekolah, tepatnya di kolong meja. Jadi ceritanya tuh HP gue taruh di kolong meja, gue tinggal main laptop. Di sekolah gue itu moving class, jadi HP-nya lupa nggak gue bawa moving. 

   Ya, gue emang bego.
   krik

   Semenjak saat itu, gue ganti HP ke yang lebih tradisonal alias jadul. Tapi entah kenapa kebahagiaan yang ada di HP gue saat ini lebih banyak daripada HP gue yang hilang. Temen gue nambah, ilmu gue nambah (soalnya kalo browsing nggak ribet), berat badan ikut nambah (nggak tau apa hubungannya), selain itu gue jadi tambah seneng baca novel. Kenapa? gue jadi jarang sms-an sejak pake HP jadul ini, jadinya waktu gue untuk baca novel semakin bertambah.

   Bicara soal novel, gue suka banget sama novel. Mulai dari novel fiksi, non-fiksi, sampai terjemahan. Bukan dari keturunan, tapi dari niatan gue untuk jadi penulis. Referensi-lah yang paling gue butuhkan saat ini. Andaikan semua buku pelajaran bisa diganti dengan novel (eh?). Seharusnya semua orang suka baca, tapi nggak jarang gue kenalan ama orang yang nggak suka baca. Sebut aja namanya Miko. Gue kenalan sama Miko ini lewat facebook, dia cowok, tapi inget, gue nggak homo! Kita chatting-an, gue memulai topik dengan topik novel. Jujur, otak gue buntu kalo ngomong dengan sesama spesies cowok. Waktu itu gue cerita ke dia panjang lebar tentang novel yang akhir-akhir ini gue baca. Perahu Kertas karangan Dewi Lestari. Mulai dari alurnya, tokohnya, serunya kisah yang ada di dalemnya, sampai harganya pun gue ceritain ke dia. Bagaimana susahnya gue dapetin buku itu dari hasil gue ngamen (bercanda woi!). Setelah gue ngetik panjang lebar buat nyeritain ke dia bagaimana serunya isi dari novel itu, akhirnya gue tanya, "Lo suka novel kan?". Jawaban dia simpel, padat, dan bikin gondok, dia bilang, "Nggak". Udah gitu doang. Gue langsung gondok. Percuma gue njelasin panjang lebar akhirnya cuman dibales 6 huruf, 'N-G-G-A-K'.

   Kejadian sial yang berhubungan dengan novel juga barusan gue alami di sekolah. Jadi waktu itu pelajaran lingkungan hidup. Tugasnya mencari referensi saat itu juga tentang barang-barang yang berbahan bekas alias daur ulang. Laptop gue buka, akhirnya gue mulai browsing bareng temen gue. Namanya Irwanda. Sekali lagi, gue bukan homo. Setelah nemu bahan yang pas, akhirnya gue sama Irwanda browsing tentang novel, waktu itu pelajaran lingkungan hidup belum usai, artinya masih ada guru di kelas. Setelah browsing buat nyari novel yang bagus, mata gue tertuju ke novel karangan Dewi Lestari yang berjudul Supernova. Waktu itu suasana kelas hening, secara nggak sadar gue teriak, "Wuidih, keren banget nih novel!". Suara gue yang mirip corongan masjid langsung memecahkan suasana hening. Guru gue yang tadinya keliatan seneng langsung jadi serem. Beliau nyamperin gue. Ada tiga pilihan yang udah gue siapin buat escape dari kejadian absurd ini. Rencana pertama, gue pura-pura eplepsi terus kejang-kejang di lantai, rencana kedua yaitu gue pura-pura lupa ingatan, yang terakhir 'pasrah'. Karena pilihan pertama dan kedua mustahil, akhirnya gue milih 'pasrah'. Dengan muka sok polos, gue pindahin tab browser ke pembahasan soal daur ulang. "Gimana bu ide kami? bagus kan? ini bahannya kaleng bu, boleh kan?". Guru gue bilang, "Saya tau dari tadi kalian berdua bicara tentang novel. Ya kan?". Gue ngeles, "Nggak kok bu, dari tadi kita browsing tentang daur ulang. Ini buktinya". "Rifqi, suara kamu itu gede, jadi ibu bisa denger apa yang kamu omongin dari tadi. Kamu ngomongin soal novelnya Dewi Lestari yang berjudul 'Supernova' kan? Mau ibu pinjemin? ibu punya edisi lengkapnya lho". Gue gelagapan. Guru gue ngomong lagi, "Yaudah, sekarang kalian berdua ke perpustakaan, cari novel paling tebal, terus kalian bikin resensinya".

   Mampus.
   krik

Akhirnya gue sama Irwanda pasrah, kita ke perpus dan nyari buku paling tebel buat kita resensi. Jujur, ngresensi buku itu nggak semudah membalikkan telapak tangan gajah (ha?). Sulitnya amit-amit jamban bayi (eh?). Tapi perlu diingat, hukuman apapun yang berhubungan dengan novel pasti gue lakuin dengan senang hati. Kecuali kalo gue dihukum suruh nyebutin rumus molekul dari unsur bla bla bla bla, gue bisa epilepsi tujuh turunan. Jadi intinya, novelholic seperti gue nggak bakalan nyesel dihukum kayak gituan, malah hukuman itu bisa nambah ilmu. Ya nggak? Yaudah, doain gue biar cepet nyelesaiin hukuman ini. Salam sepur!

   krik

21-09-2012

  
Sabtu, 21 Juli 2012 6 komentar

Jeddah - Madinah

Jeddah, kota beriklim gurun yang super panas dan pengap. Saat itu gue berada di bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Di bandara ini nggak sepanas diluar bandara. Tujuan kita nunggu disini bukan buat naik pesawat, melainkan naik bus. Aneh kan? naik bus malah nunggu di bandara. Nggak, ini nggak seaneh yang gue bayangin, soalnya di bandara King Abdul Aziz ini ada terminal bus buat jamaah umroh dan haji untuk nerusin perjalanannya ke Madinah. Kabar buruknya, jarak Jeddah-Madinah ini sekitar 450 km dan ditempuh dengan naik bus selama kurang lebih 6 jam! 6 jam pemirsa! Pantat gue bisa-bisa menipis sekitar 2cm. 

Setelah sekitar 2 jam ribet ngurusin ijin masuk di bandara, akhirnya bus dateng juga. Bus disini nggak sama kayak di Indonesia. Kalo di Indonesia, aroma dalam busnya itu khas banget, ada bau duren, ada bau keringat, ada bau sapi (emang ada ya yang bawa-bawa sapi ke dalam bus?). Bus Jeddah nyaman banget, tapi kekurangannya yaitu jarak antar kursi itu sempit banget, sampe-sampe kaki gue kagak bisa dilurusin. Emang sih, itu bukan masalah besar, tapi bisa jadi masalah yang super besar karena kaki gue nggak bisa dilurusin selama 6 jam! 6 jam pemirsa! 

Singkat cerita, gue naik ke dalam bus. Di samping gue ada adik gue. Nggak banyak yang bisa gue ceritain selama di dalam bus, karena sepanjang perjalanan pekerjaan gue hanya tidur, bangun 10 menit, tidur lagi, gitu terus sampe kiamat. Tapi jangan salah, gue milih tidur karena pemandangan di luar nggak keliatan sama sekali, gelap gulita. Maklum, kita berangkat dari Jeddah sekitar jam 11 malam. 

''Assalamualaikum wr.wb", gue denger samar-samar suara tour guide kita di bus, sontak gue bangun. "Kita masih dalam perjalanan ke kota Madinah yang kira-kira kurang 1 jam lagi, dan sekarang jam menunjukkan pukul 03.00, diharapkan para penumpang untuk bangun dan bersiap turun untuk sholat subuh di masjid terdekat". Pemandangan di luar udah keliatan jelas banget. Sepanjang jalan Jeddah ternyata hanyalah gurun an bukit-bukit gersang yang tinggi banget.

Jalan di Jeddah (maaf kalo kurang jelas, maklum pake HP)
Gue udah siap-siap buat turun, anehnya ini bus kagak berhenti-berhenti sampe waktu subuh hampir habis. Akhirnya gue putusin buat sholat di bus. Singkat cerita, akhirnya pemandangan gurun-gurun gersang tadi berubah menjadi gedung-gedung tinggi yang indah banget. Ya, gue udah sampe di Madinah. Madinah ini kota utama Arab Saudi. Tempat pertama yang pengen gue kunjungin yaitu Masjid Nabawi, masjid yang dijanjikan oleh Allah yaitu 100.000 pahala bagi yang menunaikan sholat disana! 100.000 pemirsa! Tentu, hal ini nggak mungkin gue sia-siain. Baru aja nyampe hotel, gue langsung boker (kewajiban), ganti baju, bergegas pergi ke Masjid Nabawi. Nggak mandi? bodo amat. Jarak dari hotel ke Masjid Nabawi deket banget. Udara disini nggak beda jauh sama Jeddah, ajaibnya disini keringat kita nggak bisa bercucuran sangking panasnya, jadi kalo kita berkeringat, otomatis keringat itu langsung lenyap. 

Masjid Nabawi (tampak luar)
Masjid Nabawi tentu jauh diluar bayangan gue, masjid ini jauh lebih besar dan lebih indah dari yang gue bayangin, luasnya aja 67.000 meter persegi! 67.000 pemirsa! Fasilitasnya lengkap banget, parkir bawah tanah, full AC, dan yang paling penting toilet super gede (eh?). 

Di dalem Masjid Nabawi
Gue masuk ke dalam, 'Subhanallah nih masjid indah banget!', air zam-zam dimana-mana, al-quran dimana-mana, AC dimana-mana. Seandainya disuruh tidur disini gue mau! nyaman banget pokoknya. Seusai sholat, gue kembali ke hotel. Jalan diluar masjid Nabawi bagus banget, kagak ada yang bergelombang apalagi bolong-bolong.

Ini dia jalan di sekitar Masjid Nabawi
Sesampainya di hotel, gue langsung ambruk. Gue nggak nyadar kalo gue capek banget, gimana nggak capek, kaki nggak bisa dilurusin waktu di bus selama 6 jam! 6 jam pemirsa! tapi gue rela karena capek gue terbayar dengan keindahan kota Madinah. Ngomong-ngomong soal hotel, kamarnya gede banget, sampe-sampe gue bisa ngadain pertandingan sepak bola di dalem (ya, gue emang lebay). Di hotel emang ada TV, tapi gue bingung mau nonton apaan. Keputusan sulit harus gue pilih yaitu nonton sepak bola saudi apa nonton sinetron saudi, akhirnya gue pilih sepak bola meski gue nggak tau sama sekali masalah klub sepak bola disini. Setelah puas istirahat selama 2 jam, gue jalan-jalan di luar hotel, gue nggak mau perjalanan yang berharga ini gue habisin cuman buat tidur. 

Gedung-gedung di kota Madinah
Di luar hotel pemandangannya kebanyakan gedung-gedung tinggi dengan desain modern yang keren abis. Lalu lintas disini juga rapi dan teratur banget, kagak ada macet. Uniknya, pengendara mobil menjunjung tinggi mengutamakan pejalan kaki, seandainya gue nyeberang jalan, gue hanya perlu ngangkat satu tangan biar mobil berhenti, enak kan? Ya, berbanding terbalik dengan Indonesia yang pengendara kendaraannya rese banget, kalo kebiasaan nyeberang disini gue praktekin di Indonesia, bisa-bisa gue koit alias mati.

21-07-2012






Jumat, 20 Juli 2012 9 komentar

Surabaya - Jakarta - Jeddah

Liburan sekolah. Yippi! Kata-kata sederhana yang bisa bikin gue salto muterin alun-alun Lumajang sangking senengnya. Setelah kurang lebih satu minggu dibuat galau gara-gara Ujian Akhir Sekolah, akhirnya gue bisa santai. Waktu pekan ujian sekolah gue jarang pegang laptop, tapi setelah ujian kelar, laptop jadi sering gue mainin (baca: aniaya). Gue jadi sering online, dan tentu buku pelajaran gue packing di kardus buat dimasukin ke gudang *ketawa puas. 
   
Liburan kali ini, gue dan keluarga berencana umroh. Oh ya, perlu diingat kalo gue nge-post ini bukan dengan niatan sombong, pamer, atau hal negatif lainnya. Melainkan gue pengen nge-share gimana kelakuan gokil gue disana.

First, gue dan keluarga pergi ke Surabaya dulu, kita berangkat dari bandara Juanda ke Jakarta. Tau nggak apa yang paling gue takutin saat itu? Pesawat. Ya, pesawat! gue takut banget naik pesawat! takut banget! (sengaja gue ulang ulang biar dramatis). Bayangan yang timbul saat gue denger kata 'pesawat' adalah pesawat jatuh hingga hal yang paling sepele yaitu telinga sakit. Sebelum gue berangkat, gue sempat sms ke beberapa temen gue buat nanya gimana caranya ngilangin sakit telinga waktu naik pesawat. Jawabannya beragam, ada yang bilang, 'ngunyah permen karet', ada yang nggak tau, ada juga yang ngasih saran absurd, "nggak usah naik pesawat aja bro", gue langsung gondok. Setelah gondok gue kempis, gue coba browsing di internet, yang ada gue malah tambah parno. Serem-serem banget yang nge-share tentang sakit telinga waktu naik pesawat. Ada yang telinganya sampe keluar darah, ada yang sampe tuli, banyak banget pokoknya deh. Ada yang paling serem, yaitu banyak yang bilang kalo kita lagi flu, disarankan jangan naik pesawat. Gue juga nggak ngerti apa hubungannya, mirisnya waktu itu gue lagi flu! gue lagi flu! (sengaja diulang biar dramatis). Gue mencoba cuek, secara gue kan bawaannya tenang dan santai. 

Malemnya gue nggak bisa tidur.

Besoknya, kita sekeluarga cabut dari hotel ke bandara Juanda. Di perjalanan ke bandara, gue udah keringat dingin. Sesampainya di bandara, gue mulai salah tingkah sangking paniknya, buktinya: waktu gue kebelet pengen ke toilet, gue salah masuk ke starbucks sangking paniknya. Untungnya gue nggak buka celana terus kencing disitu, bisa-bisa gue digebukin keamanan. Setelah puas kencing, gue kembali ke rombongan. Ada instruksi yang mengharuskan kita segera masuk ke bandara soalnya pesawat yang kita tumpangi udah hampir sampai di bandara Juanda. Semakin masuk ke bandara, keringat dingin semakin banyak. Ya, gue emang lebay. Dengan mata berkantung gara-gara kemarin malam nggak bisa tidur, gue beraniin diri. Akhirnya gue sampai di waiting room bandara Juanda. Nunggu disitu lebih serem daripada lihat adegan mutilasi. Nggak adil banget, gue disuruh nunggu di ruangan yang berdinding kaca, dengan pemandangan pesawat yang mondar mandir (eh?). Tentu, gue makin parno. Akhirnya, kita semua diinstruksikan untuk segera menaiki pesawat. Tepat di depan kabin pesawat, kaki gue gemetar. Pramugarinya nanya, "seat nomer berapa mas?", sangking parnonya, gue sempet salah mengartikan seat (kursi) dengan shit (tai). 

Gue duduk di seat 14A, tepat di samping jendela pesawat. Hasrat untuk mecahin kaca jendela dan lompat keluar semakin menggebu-gebu ketika pesawat akan terbang. Akhirnya, pesawat terbang dengan stabil. Gue mulai tenang. Singkat cerita, sekitar 1 jam kemudian kita akan mendarat di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Ya, ini hal yang paling serem ketika kita naik pesawat. Rasanya semua darah berpindah ke kepala, berat banget rasanya. Tapi untungnya, gue nggak ngerasain sakit telinga sama sekali. 

Setelah keluar dari pesawat, gue buru-buru ke toilet buat cuci muka, kepala gue masih terasa berat. Tapi saat itu gue dihadapkan pada kenyataan yang menakutkan yaitu gue harus cepet-cepet ke waiting room bandara Soekarno-Hatta buat nerusin perjalanan ke Jeddah yang memakan waktu 8 jam! 8 jam pemirsa!

Keringat dingin mulai bercucuran.

Akhirnya gue masuk ke kabin pesawat, pesawat kali ini 2 kali lebih besar daripada pesawat sebelumnya. Kursinya juga lebih empuk, kali ini gue nggak berada di pinggir jendela lagi, melainkan di tengah. Gue bisa sedikit bernafas lega. Pesawat mulai terbang, meninggalkan tanah air tercinta Indonesia menuju negara yang suci yaitu Arab Saudi. 8 jam tentu bukan waktu yang singkat bagi gue yang phobia pesawat. Waktu yang panjang ini gue habisin buat tidur, bangun, makan. Mau ke toilet aja gue takut, cuaca lagi nggak bagus sehingga pesawat sedikit nggak stabil. Maka dari itu, gue harus nahan hasrat buat ke toilet selama 8 jam! 8 jam pemirsa!

Singkat cerita, kita sampai di Jeddah, baru aja keluar dari pesawat, suhu udara panas banget! Ibaratnya itu persis waktu muka kita ada di depan tungku api. Panas dan pengap jadi satu. Hal yang jadi masalah waktu pertama kali menginjakkan kaki di Jeddah bukanlah udaranya, melainkan: gue kebelet boker. Gimana nggak kebelet, gue nahan sakit perut di pesawat selama 8 jam! 8 jam pemirsa! Sontak, gue buru-buru nyari toilet. Untungnya di witing room ada toilet. Gue salto sangking senengnya. Setelah masuk ke toilet, gue dihadapkan dengan kenyataan pahit: gue harus ngantri panjang! Ada sekitar 6 orang yang ngantri waktu itu, gue urutan ke-7. Rata-rata orang berada di toilet itu 10 menit, kesimpulannya gue harus nunggu 60 menit! 60 menit! Bisa-bisa gue boker di celana. Untungnya, orang yang ngantri kebanyakan kencing doang, jadi nggak lama-lama amat. Setelah gue berada tepat di depan stall toilet, gue akhirnya masuk juga. Lagi-lagi gue dihadapkan pada kenyataan pahit, lobang jambannya aneh banget! WC jongkok tapi aneh, lobangnya kagak ada airnya, jadi kalo kita boker otomatis tokai yang kita buang langsung mendarat dengan mulus di ujung lobang jamban. Oh betapa miris nasib gue waktu itu. Gue udah siap-siap ambil posisi jongkok. Ngeliatin lobang jamban jumawa itu, gue langsung nggak kebelet.

20-07-2012


 
;